Kamis, 18 Oktober 2012

mobilitas sosial

Standar Kompetensi               : 1. Memahami struktur sosial serta berbagai faktor penyebab konflik dan mobilitas sosial
Kompetensi Dasar                  : 1.3 Menganalisis hubungan antara struktur sosial dengan mobilitas sosial
Indikator                                : 1. Mendeskripsikan pengertian mobilitas sosial
2. Mengidentifikasikan jenis, faktor dan saluran mobilitas sosial
3. Menganalisis dampak mobilitas sosial yang terjadi dalam masyarakat
Tujuan                                    : 1. Mendeskripsikan pengertian mobilitas sosial
2. Mengidentifikasikan jenis, faktor dan saluran mobilitas sosial
3. Menganalisis dampak  mobilitas sosial yang terjadi dalam masyarakat

MOBILITAS SOSIAL (Social Mobility)

1.      Pengertian Mobilitas Sosial

Gerak sosial atau social mobility adalah suatu gerak dalam stuktur sosial yang menggambarkan pola-pola tertentu yang mengatur suatu kelompok sosial. Secara etimologis, kata mobilitas berasal dari kata mobile yang memiliki arti aktif, giat, gesit. Oleh karena itu mobilitas dapat diartikan sebagai suatu gerakan. Berikut merupakan definisi yang diberikan oleh beberapa ahli seperti yang tertera dalam buku Saptono dan Bambang Suteng (2007: 81) :

a.       Borgatta dan Borgatta

Mobilitas sosial merupakan gerakan orang per orang, keluarga-keluarga atau kelompok-kelompok dari satu kedudukan sosial ke kedudukan sosial lainnya.

b.      Anthony Giddens

Mobilitas sosial menunjuk pada gerakan dari orang per orang dan kelompok-kelompok di antara dua kedudukan-kedudukan sosial ekonomi yang berbeda

c.       Horton dan Hunts

Mobilitas sosial merupakan tindakan berpindah dari satu kelas ke kelas sosial lainnya.

d.      Soerjono Soekanto

Mobilitas sosial merupakan suatu gerak dalam stuktur sosial, yaitu pola-pola yang mengatur organisasi suatu kelompok sosial

2.      Jenis, Faktor dan Saluran Mobilitas Sosial

a.       Jenis Mobilitas Sosial

 Mobilitas sosial memiliki beberapa jenis yaitu mobilitas sosial vertikal, mobilitas sosial horisontal, mobilitas intragenerasi, mobilitas antargenerasi, dan mobilitas stuktural.

1)      Mobilitas sosial vertikal merupakan perpindahan dari satu kelas ke kelas lainnya yang memiliki kedudukan sosial yang berbeda atau tidak sederajat, baik secara individual maupun kelompok. Mobilitas vertikal ini biasa didasarkan atas kekayaan, pendapatan, atau kedudukan.  Menurut Giddens, mobilitas vertikal dapat dibagi lagi ke dalam dua jenis, yaitu gerak ke atas atau naiknya suatu kedudukan sosial seseorang (social climbing) dan gerak ke bawah atau turunnya kedudukan sosial seseorang (social sinking).

2)      Mobilitas sosial horisontal merupakan gerakan dari satu kedudukan ke kedudukan lainnya yang masih berada dalam satu ranking sosial atau sederajat. Mobilitas sosial juga dapat berupa perpindahan seseorang atau kelompok secara geografis  dari suatu wilayah ke wilayah lainnya.

3)      Mobilitas intragenerasi merupakan gerakan atau perpindahan status yang dialami oleh individu semasa hidupnya.  Contohnya yaitu manajer yang dipecat dan kemudian bekerja lagi hanya menjadi karyawan biasa.

4)      Mobilitas antargenerasi merupakan perubahan status yang dialami oleh seseorang yang berbeda dari status kedua orangtuanya. Contohnya yaitu keberhasilan seseorang anak petani yang menjadi insiyur karena keinginan orangtuanya untuk menyekolahkan anaknya demi mendapat kedudukan yang lebih baik daripada kedua orantuanya. Hal tersebut menggambarkan bahwa anak memiliki status yang lebih tinggi sebagai insinyur jika dibandingkan dengan kedua orangtuanya yang hanya bekerja sebagai petani.

5)      Mobilitas stuktural merupakan jenis mobilitas sosial yang dihasilkan dari perubahan-perubahan distribusi status dalam masyarakat. Contohnya yaitu dengan menurunnya penghargaan kepada petani sebagai dampak akan semakin meningkatnya penghargaan masyarakat kepada karyawan kantoran.

b.      Faktor Mobilitas Sosial

Horton dan Hunt dalam buku Saptono dan Bambang Suteng (2007: 92 ) menyebutkan bahwa tingkat mobilitas sosial ditentukan oleh dua faktor, yaitu :

1)      Faktor Struktur merupakan faktor yang menentukan jumlah dari kedudukan tinggi yang harus diisi dan kemudahan dalam memperolehnya. Faktor struktur ini terdiri dari struktur pekerjaan, struktur ekonomi, perbedaan fertilitas, dan penghambat dan penunjang mobilitas. Adapun faktor yang menghambat terjadinya mobilitas sosial adalah perbedaan ras dan agama, adanya diskriminasi kelas, kemiskinan yang membatasi seseorang untuk dapat berkembang, dan adanya perbedaan gender. Sementara faktor yang mendorong adalah perubahan kondisi sosial, ekspansi teritorial dan gerak populasi, komunikasi yang bebas, pembatasan kerja yang menuntut ketrampilan khusus, dan tingkat kelahiran yang berbeda.

2)      Faktor Individu merupakan faktor yang ada dalam diri seseorang yang akan menentukan siapa yang akan mencapai kedudukan seseorang. Faktor individu ini mencakup perbedaan bakat/kemampuan, perilaku yang berorientasi kepada mobilitas, dan keberuntungan. Semakin keras usaha yang dilakukan seseorang untuk melakukan mobilitas maka akan semakin besar pula kemungkinan orang tersebut untuk melakukan mobilitas.

c.       Saluran Mobilitas Sosial

Ada beberapa saluran yang dapat digunakan untuk dapat melakukan mobilitas sosial, yaitu:

1)      Keluarga

Keluarga dapat menjadi saluran mobilitas sosial karena dengan adanya perkawinan untuk menjadi suatu keluarga orang yang berasal dari lapisan menengah atau bawah dapat menikah dengan orang dari lapisan atas dan begitu pula sebaliknya.

2)      Lembaga Pendidikan

Lembaga pendidikan seperti sekolah dan perguruan tinggi memiliki peranan yang penting dalam menyiapkan masyarakat dalam menjalani kehidupan sosial. Salah satu fungsi dari lembaga pendidikan itu sendiri adalah untuk memberikan bekal hidup kepada siswa agar mampu bertahan di dalam kehidupan sosial, termasuk di dalamnya untuk melakukan mobilitas. Misalnya saja anak dari seorang petani yang memperoleh pendidikan hingga perguruan tinggi. Kesempatan anak untuk mengakses pendidikan mampu membuka peluang anak untuk mendapatkan posisi yang lebih tinggi, seperti sebagai seorang arsitek. Sehingga dapat dikatakan bahwa anak tersebut telah mengalami mobilitas sosial.

3)      Organisasi Politik

Banyak orang yang mampu melakukan mobilitas sosial melalui organisasi politik seperti anggota DPR yang terpilih dalam PEMILU sebagai wakil dari parta politik tertentu. Sebelum masuk ke dalam partai politik individu tersebut merupakan orang biasa, namun setelah mewakili partai politik yang dianutnya dalam PEMILU dan memenangkan posisi tertentu maka secara otomatis orang tersebut akan mengalami kenaikan kedudukan atau status sosial.

4)      Organisasi Ekonomi

Mobilitas sosial dapat dikaitkan dengan organisasi ekonomi, baik bergerak di bidang produksi, distribusi maupun konsumsi. Pekerjaan yang berkaitan dengan bidang tersebut ada yang termasuk ke da;a, status tinggi dan rendah. Semua orang akan berusaha untuk mencapai kedudukan tertinggi dalam pekerjaan sehinga memungkinkan untuk terjadinya mobilitas.

3.      Dampak Mobilitas Sosial yang terjadi dalam Masyarakat

Segala suatu yang terjadi pasti akan membawa dampak, baik dampak positif maupun dampak negatif. Begitu pula dengan terjadinya mobilitas sosial. Terjadinya mobilitas sosial akan membawa dampak, baik dampak positif maupun dampak negatif. Berikut merupakan dampak yang diakibatkan oleh terjadinya mobilitas sosial:

a.       Dampak Positif

1)      Memungkinkan masyarakat untuk mengisi jabatan yang ada dengan orang yang paling ahli di bidangnya.

2)      Memberikan kesempatan bagi setiap orang untuk mencapai tujuan hidup

3)      Memungkinkan berlangsungnya pengembangan kepribadian bagi masyarakat secara optimal

b.      Dampak Negatif

1)      Dampak psikis karena ketegangan dalam mempelajari peran baru yang disebabkan oleh gerakan sosial yang dialami

2)      Mobilitas sosial memungkinkan untuk memicu konflik sosial karena pada dasarnya kenaikan suatu kelompok dalam kedudukan tertentu pasti akan dibarengi dengan penurunan kedudukan bagi kelompok lainnya.



Sumber

Saptono dan Bambang Suteng. 2007.  Sosiologi Untuk SMA Kelas XI.  Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama

Soerjono Soekanto.  2006. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada

Soleman b. Taneko. 1984. Struktur dan Proses Sosial. Jakarta: CV. Rajawali

Konflik sosial

KONFLIK SOSIAL
Standar Kompetensi               : 1. Memahami struktur sosial serta berbagai faktor penyebab konflik dan mobilitas sosial
Kompetensi Dasar                  : 1.2 Menganalisis faktor penyebab konflik sosial dalam masyarakat
Indikator                                : 1. Mendeskripsikan pengertian konflik secara terminologi,  penjelasan konflik secara teoritik, serta jenis-jenis konflik
2. Mengidentifikasi faktor penyebab terjadinya konflik
3. Mengidentifikasi fungsi konflik
4. Menganalisis dampak dari terjadinya konflik, serta cara mengatasi dan mencegah terjadinya konflik
Tujuan                                    : 1. Mendeskripsikan pengertian konflik secara terminologi,  penjelasan konflik secara teoritik, serta jenis-jenis konflik
2. Mengidentifikasi faktor penyebab terjadinya konflik
3. Mengidentifikasi fungsi konflik
                                                 4. Menganalisis dampak dari terjadinya konflik, serta cara mengatasi dan   mencegah terjadinya konflik

PETA KONSEP

 

 Pengertian konflik secara terminologi,  penjelasan konflik secara teoritik, serta jenis-jenis konflik
a.    Pengertian Konflik secara Terminologi
       Konflik menurut KBBI yaitu percekcokan, perselisihan, pertentangan. Menurut asal katanya, konflik berasal dari bahasa latin confligo yang berarti bertabrakan, bertubrukan, terbentur, bentrokan, bertanding, berjuang, berselisih, atau berperang.
       Konflik sosial biasa dipahami sebagai proses sosial yang disasosiatif atau saling bertentangan pihak. Dimana masing-masing pihak berusaha saling menguasai atau berebut pengaruh. Cara yang dilakukan bisa dengan kekerasan maupun non-kekerasan.
b.    Konflik secara Teoritik
       Konflik dapat dikaji melalui dua pendekatan, yaitu pendekatan konsensus (teori struktural-fungsional) dan pendekatan konflik (teori konflik).
       Pendekatan konsensus atau teori struktural-fungsional berakar pada pandangan mengenai masyarakat yang dikemukakan oleh Auguste Comte, Emile Durkheim, Herbert Spencer, dan Talcott Parsons. Menurut pendekatan konsensus, masyarakat pada dasarnya merupakan bagian yang saling terkait satu sama lain, setiap bagian memiliki pengaruh pada pemeliharaan sistem secara keseluruhan. Masyarakat pada dasarnya akan bergerak ke  arah interaksi yang mempersatukan. Meskipun integrasi merupakan bentuk dasar masyarakat, tetapi tidak berarti dalam masyarakat tidak ada ketegangan-ketegangan. Ketegangan dan konflik akan terus terjadi dalam kehidupan masyarakat. Namun demikian, ketegangan dan konflik tersebut akan akan hilang dan masyarakat akan menuju ke arah keseimbangan. Keseimbangan tersebut dapat terwujud karena setiap sistem sosial memiliki mekanisme yang mengarahkan keinginan warga menuju terpeliharanya sistem sosial. Mekanisme sosial tersebut adalah sosialisasi dan kontrol sosial.
      Sementara menurut pendekatan konflik yang berakar pada pandangan Karl  Marx mengenai masyarakat. Masyarakat secara fundamental terbagi atas kelas-kelas. Mereka selalu bertentangan untuk memperjuangkan kepentingan kelas masing-masing. Konflik selalu terkait dengan kekuasaan. Pada hakikatnya konflik adalah konfrontasi kekuasaan, sedangkan konflik sosial adalah konfrontasi antara kekuatan-kekuatan yang ada dalam masyarakat. Dalam masyarakat ada ketidakmerataan pembagian kekuasaan. Padahal setiap individu yang ada dalam masyarakat pasti memiliki kepentingan yang berbeda yang ingin untuk dipenuhi.
c.    Jenis konflik
       Ada dua jenis konflik, yaitu konflik realistik dan nonrealistik.  Konflik realistik merupakan pertentangan yang bersumber pada rasa frustasi mengenai hal-hal spesifik dalam sebuah hubungan, juga dari dugaan mengenai keuntungan yang diperoleh pihak lain. Pertentangan diarahkan secara langsung pada objek rasa frustasi tersebut. Jadi dapat dikatakan bahwa konflik merupakan alat untuk mencapai hal-hal spesifik tersebut.
       Sementara konflik nonrealistik yaitu pertentangan yang timbul bukan karena adanya persaingan untuk mencapai tujuan spesifik tertentu, melainkan lebih disebabkan oleh keinginan untuk melepaskan ketegangan terhadap kelompok lain. Disini, konflik dapat diartikan sebagai tujuan.
Faktor penyebab terjadinya konflik
Menurut Leopold von Wiese dan Howard Becker (Saptono dan Bambang S.S., 2007: 54) ada 4 faktor utama yang menjadi penyebab terjadinya konflik, yaitu: Perbedaan individual; Perbedaan kebudayaan; Perbedaan kepentingan; dan Perubahan sosial. Namun faktor-faktor tersebut bukanlah akar dari konflik, melainkan lebih merupakan pemicu terjadinya konflik. Menurut perspektif konsensus, penyebab utama terjadinya konflik adalah disfungsi sosial. Disfungsi sosial merupakan suatu keadaan dimana norma sosial sudah tidak lagi ditaati dan pranata sosialisasi serta pengendalian sosial tidak berfungsi dengan baik. Sementara menurut perspektif teori konflik, penyebab utama terjadinya konflik sosial adalah perbedaan atau ketimpangan hubungan-hubungan kekuasaan dalam masyarakat yang memunculkan diferensiasi kepentingan. Secara rinci faktor penyebab konflik menurut teori konflik adalah sebagai berikut:
a.       Ketidakmerataan distribusi sumber-sumber daya yang terbatas dalam masyarakat
b.      Ditariknya kembali legitimasi penguasa politik oleh masyarakat kelas bawah
c.       Adanya pandangan bahwa konflik merupakan cara untuk mewujudkan kepentingan
d.      Sedikitnya saluran untuk menampung keluhan-keluhan masyarakat kelas bawah serta lambatnya mobilitas sosial ke atas
e.       Melemahnya kekuasaan negara yang disertai dengan mobilisasi masayarakat bawah dan atau elit
f.       Kelompok masyarakat kelas bawah menerima ideology radikal
Namun, faktor penyebab konflik tidak pernah bersifat sederhana dan tunggal, melainkan bersifat kompleks dan saling terkait satu sama lain.
Fungsi konflik
Lewis A. Coser menyebutkan bahwa konflik memiliki fungsi positif seperti:
a.       Mampu meningkatkan solidaritas kelompok
b.      Melahirkan kohesi dengan kelompok lainnya dalam bentuk aliansi
c.       Menggugah warga yang semula pasif untuk memainkan peran tertentu secara lebih aktif.
d.      Fungsi komunikasi
Sementara fungsi dari konflik lainnya disampaikan oleh Himes dalam Schaefer dan Lamm (Saptono dan Bambang S.S. 2007: 57), yaitu:
a.       Secara struktural, konflik dapat mengubah keseimbangan kekuasaan antara kelompok dominan dan minoritas. Meningkatnya kekuasaan kelompok minoritas mendorong kelompok dominan untuk mendiskusikan berbagai hal berkenaan dengan kepentingan bersama.
b.      Dari sisi komunikasi, konflik meningkatkan perhatian masyarakat terhadap hal yang dipersengketakan dalam konflik, meningkatkan kesediaan media massa untuk memberitakannya, memungkinkan masyarakat memperoleh informasi baru, dan mengubah pola komunikasi berkenaan dengan hal tersebut.
c.       Dari sisi solidaritas, konflik akan meningkatkan dan memantapkan solidaritas di antara kelompok minoritas.
d.      Dari sisi identitas, konflik akan menumbuhkan kesadaran mengenai siapa mereka dan mempertegas batas-batas kelompok.
 Dampak dari terjadinya konflik, serta cara mengatasi dan mencegah terjadinya konflik
Meskipun memberikan fungsi positif, namun dalam kenyataannya konflik seringkali menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat. Adanya konflik mengakibatkan terhentinya kerja sama yang belum terjalin diantara pihak yang terlibat konflik. Hal tersebut menghambat terjadinya perkembangan masyarakat. Konflik juga seringkali menyebabkan hancurnya harta benda dan jatuhnya korban jiwa.
Ada beberapa cara yang dapat digunakan dalam mengatasi terjadinya konflik, yaitu:
a.       Paksaan/ Koersi à cara yang dilakukan dengan memaksa para pihak yang bersengketa untuk mengadakan perdamaian.
b.      Arbitrasi à proses untuk mengatasi konflik dengan melalui pihak tertentu, yaitu arbitrator.
c.       Mediasi à cara penyelesaian konflik dengan menggunakan pihak ketiga yang memiliki hubungan baik dengan para pihak yang berkonflik.
d.      Negosiasi à cara penyelesaian konflik atas inisiatif pihak-pihak yang berkonflik.
Adapun cara untuk mencegah terjadinya konflik yaitu dengan memperkuat integrasi sosial. Secara etimologi, istilah integrasi berasal dari bahasa latin integer, integra, integrum yang berarti utuh, seluruhnya, lengkap, genap, komplit, bulat, tidak kena luka, tidak dirusakkan.  Integrasi sosial berarti kondisi kemasyarakatan yang ditandai oleh adanya keutuhan antaranggota masyarakat. Inetgrasi sosial menunjuk pada tiga tingkat masyarakat, yaitu tingkat mikro, meso, dan makro
Masalah integrasi sosial muncul berkenaan dengan adanya kenyataan kemajemukan masyarakat. Kemajemukan masyarakat terdiri dari dua dimensi yaitu kemajemukan vertikal dan horisontal. Sama seperti kemajemukan masyarakat, integrasi sosial terdiri atas dua bentuk, yaitu integrasi sosial vertikal dan horisontal.
a.       Integrasi sosial vertikal à merupakan upaya penciptaan kesatuan hidup bersama dalam masyarakat majemuk yang terkait dengan kemajemukan vertikal. Definisi kemajemukan vertikal itu sendiri adalah kondisi struktur sosial masyarakat yang terpolarisasi berdasarkan kepemilikan kekuasaan, pengetahuan dan kekayaan.
b.      Integrasi sosial horisontal à merupakan upaya penciptaan kesatuan hidup bersama dalam masyarakat maejmuk yang terkait dengan kemajemukan horisontal. Adapun yang dimaksud dengan kemajemukan horisontal adalah kondisi struktur sosial masyarakat yang terpolarisasi berdasarkan keragaman budaya (suku bangsa, daerah, agama, dan ras), keragaman sosial (perbedaan profesi, dan pekerjaan, seperti buruh, pengusaha, petani, pegawai negeri, dan pedagang) dan keragaman tempat tinggal (desa dan kota).
Pada hakikatnya integrasi sosial bertujuan untuk mewujudkan hal-hal seperti berikut:
a.       Fungsionalisasi dan prestasi yang lebih tinggi, yaitu melalui integrasi sosial dapat meningkatkan fungsi-fungsi dari berbagai kelompok sosial yang ada untuk mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan bersama.
b.      Mewujudkan interdependensi atau saling keterkaitan antara berbagai kelompok sosial yang ada.
c.       Mencegah dan mengelola konflik sehingga tidak merusakkan masyarakat
Sumber
Saptono dan Bambang Suteng. 2007.  Sosiologi Untuk SMA Kelas XI.  Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama
Soerjono Soekanto.  2006. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Soleman b. Taneko. 1984. Struktur dan Proses Sosial. Jakarta: CV. Rajawali